- A. Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita telah ketahui bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia dibanding makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Manusia juga disertai akal, pikiran, perasaan sehingga manusia dapat memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Tapi banyak dari mereka yang menyalahgunakan kepemimpinannya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik bahkan ada juga dari mereka yang menghiraukan atau tidak peduli sama sekali dengan kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi seperti yang sudah tertulis di dalam Al Qur’an.
B. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani,
unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai
manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya.
Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak
disebut sebagai individu. Dalam diri individu ada unsur jasmani dan
rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan
jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada
manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata
masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah
perpaduan antara faktor
fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu
sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir.
Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang
dibawa sejak lahir, ia
memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut
berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.
Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial,
merujuk pada lingkungan di mana seorang individu melakukan interaksi
sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan
teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seseorang dapat
kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor
lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Dalam perkembangannya setiap individu mengalami dan di bebankan
berbagai peranan, yang berasal dari kondisi kebersamaan hidup dengan
sesama manusia. Seringkali pula terdapat konflik dalam diri individu,
karena tingkah laku yang khas dirinya bertentangan dengan peranan yang
dituntut masyarakatnya. Namun setiap warga masyarakat yang namanya
individu wajar untuk menyesuaikan tingkah lakunya sebagai bagian dari
perilaku sosial masyarakatnya. Keberhasilan dalam menyesuaikan diri atau
memerankan diri sebagai individu dan sebagai warga bagian masyarakatnya
memberikan konotasi “maang” dalam arti sosial. Artinya individu
tersebut telah
dapat menemukan kepribadiannya atau dengan kata lain proses aktualisasi
dirinya sebagai bagian dari lingkungannya telah terbentuk.
Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok
individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi. Proses
dari indvidu untuk menjadi pribadi, tidak hanya didukung dan dihambat
oleh dirinya, tetapi juga didukung dan dihambat oleh kelompok
sekitarnya.
C. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya, Manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal
pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya
dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan
selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan
sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia
dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada
dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain,
manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di
tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak
mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia
bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa
mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena beberapa alasan, yaitu :
- Karena manusia tunduk pada aturan yang berlaku.
- Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
- Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.
Ciri manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial adalah adanya
suatu bentuk interaksi sosial didalam hubugannya dengan makhluk sosial
lainnya yang dimaksud adalah dengan manusia satu dengan manusia yang
lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi
interaksi manusia terdiri dari tiga hal yakni :
- Tekanan emosional. Ini sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain.
- Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi manusia yang direndahkan maka akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain kondisi tersebut dimana orang yang direndahkan membutuhkan kasih saying orang lain atau dukungan moral untuk membentuk kondisi seperti semula.
- Isolasi sosial. Orang yang terisolasi harus melakukan interaksi dengan orang yang sep
- paham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.
Contoh Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Melakukan kerja bakti di wilayah tempat tinggal
sebagai bentuk kerjasama antar makhluk sosial.
2. Bayi yang haus akan menangis karena membutuhkan
ibunya, ini membuktikan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan.
3. Manusia yang meninggal dunia akan membutuhkan
manusia lain untuk mengurus pemakaman, dsb.
- A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk sosial. Sebagai
individu, ia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorongnya berbuat
dan bertindak. Dari apa yang diperbuatnya dan dari sikap hidupnya, orang
dapat mengetahui pribadi seseorang. Sebagai makhluk idividu, manusia
ingin hidup senang dan bahagia, dan menghindar dari segala yang
menyusahkan. Untuk itu ia berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya, baik
kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang dapat membawa kesenangan
dan kebahagiaan kepada dirinya.
Akibat dari hal itu, timbullah hak seseorang atas sesuatu, seperti
hak milik atas sesuatu benda, hak menuntut ilmu, hak menikmati
kesenangan dan lain-lainnya. Hak itu tidak boleh diganggu oleh orang
lain. Akibatnya, orangpun merasa bahwa dialah yang berkuasa atas haknya
itu dan menyadari pula bahwa ia mempunyai rasa aku. Kesadaran ini
mendorongnya untuk bertindak sendiri, terlepas dari pengaruh orang lain.
Hidup sebagai makhluk individu semata-mata tidak mungkin tanpa juga
sebagai makhluk sosial. Manusia hanya dapat dengan sebaik-baiknya dan
manusia hanya akan mempunyai arti apabila ia hidup bersama-sama manusia
lainnya di dalam masyarakat. Tidak dapat dibayangkan adanya manusia yang
hidup menyendiri tanpa berhubungan dan tanpa bergaul dengan sesama
manusia lainnya. Hanya dalam hidup bersama manusia dapat berkembang
dengan wajar dan sempurna. Hal ini ternyata bahwa sejak lahir sampai
meninggal, manusia memerlukan bantuan orang lain untuk kesempurnaan
hidupnya. Bantuan ini tidak hanya bantuan untuk memenuhi kebutuhan
jasmani, tetapi juga untuk kebutuhan rohani. Manusia sangat memerlukan
pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan dan tanggapan-tanggapan
emosional yang sangat penting artinya bagi pergaulan dan kelangsungan
hidup yang sehat. Inilah kodrat manusia, sebagai makhluk individu dan
juga sebagai makhluk sosial. Tak ada seorangpun yang dapat mengingkari
hal ini, karena ternyata bahwa manusia baru dapat disebut manusia dalam
hubungannya dengan orang lain, bukan dalam kesendiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1991. Ilmu Sosial Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
Daldjoeni, N. 1997. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa
IKIP (FKIP) dan Guru Sekolah Lanjutan. Bandung : PT. Alumni
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-dan/
http://staff.undip.ac.id/sastra/dhanang/2009/07/23/peningkatan-kualitas-pembelajaran-sejarah-dan/